Parepos – Keputusan untuk memecah film terakhir menjadi dua bagian sering kali dianggap strategi cerdas untuk meraup keuntungan lebih besar. Namun, pengalaman franchise besar seperti The Hunger Games dan Divergent justru menunjukkan bahwa langkah ini bisa menjadi bumerang. Bagi generasi Z yang lebih kritis terhadap kualitas cerita, keputusan ini perlu dievaluasi ulang.
Masalah pada Finale Dua Bagian dalam Franchise The Hunger Games
Ketika The Hunger Games memutuskan untuk memecah film terakhirnya, Mockingjay, menjadi dua bagian, kritik langsung bermunculan. Mockingjay – Part 1 dianggap memiliki alur yang lambat dan terlalu banyak berfokus pada politik Distrik 13, sehingga kehilangan elemen aksi yang menjadi daya tarik utama franchise ini. Adegan-adegan klimaks seperti “If we burn, you burn with us” dari Katniss memang memukau, tetapi tidak cukup untuk menutupi kekurangan energi dalam cerita.
Sebagian besar aksi dan resolusi cerita disimpan untuk Mockingjay – Part 2, membuat Part 1 terasa seperti “pemanasan” yang terlalu panjang. Hal ini mengecewakan banyak penggemar yang mengharapkan sesuatu yang lebih seru. Meskipun begitu, popularitas franchise ini tetap tinggi, dan kedua bagian film tersebut sukses secara komersial.
Divergent: Ketika Eksperimen Finale Dua Bagian Berujung Kegagalan
Kesuksesan The Hunger Games tampaknya menginspirasi Divergent untuk mencoba strategi serupa dengan memecah buku terakhir, Allegiant, menjadi dua film. Sayangnya, keputusan ini berakhir tragis. Allegiant gagal di box office, dan bagian akhirnya, Ascendant, bahkan tidak pernah diproduksi.
Penggemar yang setia terhadap kisah Tris dan Four dibiarkan tanpa akhir cerita yang memuaskan. Seperti halnya Mockingjay – Part 1, Allegiant juga menghadapi kritik karena alur cerita yang lambat dan minim aksi. Padahal, Allegiant menyimpan sebagian besar konflik besar untuk bagian kedua, yang akhirnya tidak pernah terwujud.
Mengapa Strategi Dua Bagian Sulit Berhasil di Era Modern
Hollywood tampaknya masih belum kapok mencoba format dua bagian untuk film besar. Film seperti Fast X, Across the Spider-Verse, hingga Rebel Moon adalah contoh terbaru yang membagi cerita menjadi beberapa bagian. Namun, hasilnya sering kali bervariasi.
Sementara Across the Spider-Verse berhasil membangun antisipasi dengan akhir cerita yang menggantung, ada risiko besar ketika penonton harus menunggu bertahun-tahun untuk lanjutan ceritanya. Dalam kasus film seperti Rebel Moon, yang bahkan bukan sekuel, membagi cerita menjadi beberapa bagian justru membuat penonton mempertanyakan apakah mereka akan peduli pada kelanjutannya.
Pelajaran Penting bagi Franchise Masa Depan
Kesalahan dari The Hunger Games dan Divergent adalah terlalu fokus pada keuntungan finansial daripada kualitas cerita. Generasi Z, yang lebih cerdas dan kritis terhadap narasi, menginginkan cerita yang utuh dan memuaskan dalam satu film, bukan sekadar gimmick untuk menarik lebih banyak uang.
Ada contoh sukses, seperti Avengers: Infinity War dan Endgame, tetapi kesuksesan itu hanya bisa dicapai dengan perencanaan matang dan kepercayaan penuh dari penonton terhadap franchise tersebut. Bagi franchise yang baru berkembang, strategi ini sering kali terlalu berisiko.
Jadi, daripada memecah cerita menjadi dua bagian, mungkin lebih baik bagi studio film untuk fokus pada bagaimana menyampaikan cerita yang solid dalam satu film, yang dapat memuaskan generasi baru penonton yang lebih kritis.